IFRS? apa sebenarnya IFRS?
Pengertian IFRS
IFRS merupakan standar akuntansi
internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board
(IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting
Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar
Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi
Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal
(IFAC).
Badan Standar Akuntansi Internasional
(IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC),
merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini
memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global
yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al.,
1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)
Natawidnyana(2008), menyatakan bahwa Sebagian besar standar yang menjadi bagian
dari IFRS sebelumnya merupakan International Accounting Standards (IAS). IAS
diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh International Accounting
Standards Committee (IASC). Pada bulan April 2001, IASB mengadospsi seluruh IAS
dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan.
IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk
memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap
kurangnya transparansi informasi keuangan.
Tujuan IFRS
Tujuan IFRS adalah :memastikan bahwa
laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam
laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang :
1. transparansi bagi para pengguna dan
dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan
2. menyediakan titik awal yang memadai
untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3. dapat dihasilkan dengan biaya yang
tidak melebihi manfaat untuk para pengguna
Struktur IFRS
·
Struktur IFRS
mencakup:
ü International
Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun
2001
ü International
Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
ü Interpretations yang
diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee
(IFRIC) – setelah tahun 2001
ü Interpretations yang
diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001
Secara garis besar
ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi. Yang pertama berkaitan
dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan.
Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi
tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal,
pendapatan dan biaya. Yang kedua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini
digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada
saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan
(pada tanggal neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan,
yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga
elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. Yang terakhir adalah
penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan
untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan
diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan
laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang
menyertai laporan keuangan.
Perencanaan
pengadopsian fair value di dunia dan di IndonesiaØ
Apa sesungguhnya fair value? selama ini, sistem akuntansi di Indonesia
menggunakan konsep historical cost. Konsep ini menggunakan pendekatan biaya
perolehan menghasilkan nilai buku. untuk berbagai kepentingan, laporan nilai
buku itulah yang selama ini lazim dijadikan acuan untuk menilai sebuah
perusahaan. Dengan kondisi pasar yang semakin dinamis, dan berkembang sangat
cepat, akhirnya konsep historical cost dianggap tidak cocok lagi, karena tidak
mencerminkan nilai pasar. Sebagai gantinya digunakan konsep Fair Value.
Berbeda halnya dengan
Amerika Serikat yang bersikap secara perlahan menerapkan Fair Value measurement
yang telah diatur dengan sangat kompleks, detail, rinci oleh GAAP, Indonesia
begitu mengetahui pasar sedang bergejolak dan kondisi di dalam negeri juga
belum siap benar, Indonesia lebih memilih menunda penerapan Fair Value. Indonesia
akhirnya baru menerapkan fair value secara penuh pada 2012.
Masalah ketidaksiapan
Indonesia juga diakui Jusuf Wibisana. Menurut mantan Ketua DSAK tersebut, DSAK
(Dewan Standar Akuntansi Keuangan) memang belum pernah melakukan penelitian
tentang kesiapan Indonesia dalam menerapkan fair value. Namun, diakui Jusuf,
ada beberapa pihak atau bidang yang sudah siap, tapi banyak juga yang belum
siap. Namun demikian, DSAK sudah menyusun beberapa standar yang semua mengacu
pada IFRS/IAS, termasuka didalamnya konsep fair value. Diantaranya adalah PSAK
no 30 tentang sewa beserta PSAK no 8. PSAK no 13 tentang Properti Investasi,
PSAK no 16 tentang aset tetap dan PSAK 50 dan PSAK 55 tentang Instrumen
Keuangan. DSAK juga menerbitkan buletin teknis sebagai panduan untuk melakukan
perhitungan fair value pada standar-standar tersebut. Hampir seluruh
Pronouncement the International Accounting Standard Board sudah menerapkan
dasar fair value, Indonesia juga akan mengadopsinya.
Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) dalam beberapa peraturannya juga telah
mengadopsi atau memasukkan konsep fair value, diantaranya IX.E.I tentang
Transaksi afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu, IX.E.2. tentang
Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama, IX.G.I tentang
penggabungan usaha atau peleburan usaha perusahaan publik/emiten, IX.L.I.
tentang Tata cara Pelaksanaan Kuasi Reorganisasi dan IV.C.2. tentang Nilai
Pasar wajar dari efek dalam portofolio reksadana. Menurut Kepala Bidang
Akuntansi Keuangan dan Pemeriksaan Bapepam-LK Etty Retno Wulandari, mengatakan,
untuk penerapan fair value di lingkungan pasar modal, Bapepam-LK akan selalu
mengikuti dan meng-enforce semua standar yang dikeluarkan DSAK.
Menuju IFRS:Konvergensi Standar Akuntansi Keu
(SAK) ke IFRSØ
Dua puluh Sembilan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) masuk dalam program
konvergensi IFRS yang dicanangkan DSAK IAI tahun 2009 dan 2010.
“Sasaran konvergensi IFRS yang telah dicanangkan IAI pada tahun 2012 adalah
merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang
berlaku efektif tahun 2011/2012,” demikian disampaikan Ketua DSAK IAI Rosita
Uli Sinaga pada Public Hearing Eksposure Draft PSAK 1 (Revisi 2009) tentang
Penyajian Laporan Keuangan, di Jakarta Kamis 20 Agustus 2009 lalu.
Program konvergensi
DSAK selama tahun 2009 adalah sebanyak 12 Standar, yang meliputi:
1. IFRS 2 Share-based payment
2. IAS 21 The effects of changes in
foreign exchange rates
3. IAS 27 Consolidated and separate
financial statements
4. IFRS 5 Non-current assets held for sale
and discontinued operations
5. IAS 28 Investments in associates
6. IFRS 7 Financial instruments:
disclosures
7. IFRS 8 Operating segment
8. IAS 31 Interests in joint ventures
9. IAS 1 Presentation of financial
10. IAS 36 Impairment of assets
11. IAS 37 Provisions, contingent liabilities
and contingent asset
12. IAS 8 Accounting policies, changes
in accounting estimates and errors
Program konvergensi
DSAK selama tahun 2010 adalah sebanyak 17 Standar sebagai berikut:
1. IAS 7 Cash flow statements
2. IAS 41 Agriculture
3. IAS 20 Accounting for government
grants and disclosure of government assistance
4. IAS 29 Financial reporting in
hyperinflationary economies
5. IAS 24 Related party disclosures
6. IAS 38 Intangible Asset
7. IFRS 3 Business Combination
8. IFRS 4 Insurance Contract
9. IAS 33 Earnings per share
10. IAS 19 Employee Benefits
11. IAS 34 Interim financial reporting
12. IAS 10 Events after the Reporting
Period
13. IAS 11 Construction Contracts
14. IAS 18 Revenue
15. IAS 12 Income Taxes
16. IFRS 6 Exploration for and Evaluation
of Mineral Resources
17. IAS 26 Accounting and Reporting by
Retirement Benefit Plan
Banyaknya standar
yang harus dilaksanakan dalam program konvergensi ini menjadi tantangan yang
cukup berat bagi DSAK IAI periode 2009-2012. Implementasi program ini akan
dipersiapkan sebaik mungkin oleh IAI. Dukungan dari semua pihak agar proses
konvergensi ini dapat berjalan dengan baik tentunya sangat diharapkan.
Akuntan Publik diharapkan dapat segera mengupdate pengetahuannya sehubungan
dengan perubahan SAK, mengupdate SPAP dan menyesuaikan pendekatan audit yang
berbasis IFRS. Akuntan Manajemen/Perusahaan dapat mengantisipasi dengan segera
membentuk tim sukses konvergensi IFRS yang bertugas mengupdate pengetahuan Akuntan
Manajeman, melakukan gap analysis dan menyusun road map konvergensi IFRS serta
berkoordinasi dengan proyek lainnya untuk optimalisasi sumber daya.
Akuntan Akademisi/Universitas diharapkan dapat membentuk tim sukses konvergensi
IFRS untuk mengupdate pengetahuan Akademisi, merevisi kurikulum dan silabus
serta melakukan berbagai penelitian yang terkait serta Memberikan
input/komentar terhadap ED dan Discussion Papers yang diterbitkan oleh DSAK
maupun IASB.
Regulator perlu melakukan penyesuaian regulasi yang perlu terkait dengan
pelaporan keuangan dan perpajakan serta melakukan upaya pembinaan dan supervisi
terhadap profesi yang terkait dengan pelaporan keuanganseperti penilai dan
aktuaris. Asosiasi Industri diharap dapat menyusun Pedoman Akuntansi Industri
yang sesuai dengan perkembangan SAK, membentuk forum diskusi yang secara
intensif membahas berbagai isu sehubungan dengan dampak penerapan SAK dan
secara proaktif memberikan input/komentar kepada DSAK IAI.
Program Kerja DSAK lainnya yaitu: Mencabut PSAK yang sudah tidak relevan karena
mengadopsi IFRS; Mencabut PSAK Industri; Mereformat PSAK yang telah diadopsi
dari IFRS dan diterbitkan sebelum 2009; Melakukan kodifikasi penomoran PSAK dan
konsistensi penggunaan istilah; Mengadopsi IFRIC dan SIC per 1 January 2009;
Memberikan komentar dan masukan untuk Exposure Draft dan Discussion Paper IASB;
Aktif berpartisipasi dalam berbagai pertemuan organisasi standard setter,
pembuat standar regional/internasional; serta Menjalin kerjasama lebih efektif
dengan regulator, asosiasi industri dan universitas dalam rangka konvergensi
IFRS. (sumber: Ikatan Akuntan Indonesia)
Konvergensi ke IFRS di IndonesiaØ
Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia
menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan
lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK
dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012 akan menerapkan standar akuntansi yang
mendekati konvergensi penuh kepada IFRS.
Dari data-data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan program
konverjensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal.
Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak dapat terlepas dari perkembangan
penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh International
Accounting Standards Board (IASB). Standar akuntansi keuangan nasional saat ini
sedang dalam proses secara bertahap menuju konverjensi secara penuh dengan
International Financial Reporting Standards yang dikeluarkan oleh IASB.
Dan untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan
terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata
di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah,
dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan
konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam
bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal
ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum
yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi
yang dapat dijadikan landasan konseptual. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
untuk transaksi syariah akan dimulai dari nomor 101 sampai dengan 200. (SY)
Indonesia harus mengadopsi standar akuntansi internasional (International
Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual
saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar
internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya
sosialisasi yang mahal.
Membahas tentang IAS saat ini lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha
harmonisasi standar akuntansi ini antara lain adalah IASC (International
Accounting Standard Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OECD
(Organization for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang
diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan
multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan, serta
IOSCO (International Organization of Securities Commissions)
Iqbal, Melcher dan Elmallah (1997:18) mendefinisikan akuntansi internasional
sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip
akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di
seluruh dunia. Suatu perusahaan mulai terlibat dengan akuntansi internasional
adalah pada saat mendapatkan kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor.
Standard akuntansi internasional (IAS) adalah standard yang dapat digunakan
perusahaan multinasional yang dapat menjembatani perbedaan-perbedaan antar Negara,
dalam perdagangan multinasional.
IASC didirikan pada tahun 1973 dan beranggotakan anggota organisasi profesi
akuntan dari sepuluh negara. Di tahun 1999, keanggotaan IASC terdiri dari 134
organisasi profesi akuntan dari 104 negara, termasuk Indonesia. Tujuan IASC
adalah (1) merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan
pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di
seluruh dunia, serta (2) bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan
prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan.
IASC memiliki kelompok konsultatif yang disebut IASC Consultative Group yang
terdiri dari pihak-pihak yang mewakili para pengguna laporan keuangan, pembuat
laporan keuangan, lembaga-lembaga pembuat standar, dan pengamat dari organisasi
antar-pemerintah. Kelompok ini bertemu secara teratur untuk membicarakan
kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan dengan peranan IASC.
Hubungan IFRS, Tanggungjawab Sosial
Akuntan dan Model Pendidikan Akuntansi di IndonesiaØ
Isu IFRS telah lama mempengaruhi berbagai aspek ekonomi di dunia. Tidak hanya
aspek ekonomi, sejak direncanakan perubahan PSAK dan dilakukan konvergensi PSAK
ke IRFS, berbagai aspek ekonomi, sosial dan politik mengalami perubahan yang
semakin kompleks. Penyusunan standar keuangan baru dipengaruhi berbagai unsur
politik, sosial, ekonomi, dsb yang saling terkait satu sama lain dan tentunya
juga berpengaruh pada fenomena yang akan terjadi setelah standar-standar
keuangan tersebut diaplikasikan pada praktek akuntansi.
Dalam aspek ekonomi, standar Akuntansi yang disusun oleh para akuntan cenderung
mengarah pada dunia bisnis atau perekonomian dunia. Begitu juga IFRS yang
disusun oleh IASB masih terfokus pada dunia bisnis dan perekonomian dunia.
Bagaimana tidak, pada IFRS Chapter 2, mengenai presentation of financial
statements, dijelaskan bahwa setiap investor membutuhkan informasi entitas yang
dapat membantu investor dan pengguna-pengguna laporan keuangan lainnya dalam
membuat keputusan ekonomi. Artinya dalam penyajian laporan keuangan hanya
ditujukan untuk keputusan ekonomi dan mengatasi permasalahan-permasalahan
ekonomi tanpa melihat aspek-aspek lainnya yang akan dipengaruhi oleh IFRS itu
sendiri. Dengan kata lain, IFRS disusun dan diadopsi lebih tertuju pada para
investor atau pemegang saham. Karena selain manajer perusahaan yang mengambil
keputusan ekonomi, pemegang saham merupakan salah satu stakeholder yang paling
membutuhkan data informasi keuangan yang relevan dengan keadaan ekonomi yang
setiap saat mengalami perubahan.
Konvergensi IFRS yang terjadi di Indonesia pun juga demikian. Hingga saat ini,
harmonisasi yang dilakukan oleh DSAK tentunya mengadopsi IFRS yang tertuju pada
para pemegang saham. Para pemegang saham akan lebih diuntungkan daripada
stakeholder-stakeholder lainnya. Karena salah satu tujuan dari IFRS disusun dan
diadopsi adalah untuk melindungi para pemegang saham dari informasi pelaporan
keuangan yang terdistorsi atau kurang relevan. Dengan informasi yang relevan
dan wajar, maka para pemegang saham dapat dipastikan mampu mengambil keputusan
dengan tepat dalam kondisi ekonomi tertentu. Karena informasi yang relevan
dengan keadaan pasar atau dengan keadaan ekonomi masa kini tentunya akan
memberikan keuntungan besar bagi investor, dimana investor/pemegang saham dapat
memperbesar kapitalisme di negara Indonesia. Bahkan sebelum adanya konvergensi
IFRS, PSAK cenderung terfokus pada entitas dan pemegang saham, sebagai contoh
PSAK 50 dan 55 yang mengatur mengenai efek dan derivatif, dimana efek dan derivatif
merupakan alat bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Setelah adanya konvergensipun juga demikian, dimana konvergensi PSAK 50 dan 55
yang telah direvisi pada tahun 2006 tersebut belum memberikan suatu perubahan
arah fokus selain kepada para investor.
IFRS yang diadopsi ke PSAK ini juga mengarah pada kepentingan manajemen.
Beberapa aturan yang terdapat dalam PSAK mengatur segala operasi perusahaan
secara detail. Sebagai contoh, kapitalisasi beban untuk perusahaan pertambangan
pada ED PSAK nomor 33, dimana dijelaskan bahwa perusahaan dapat
mengkapitalisasi biaya eksplorasi tanpa ada perkecualian. Sehingga memudahkan
bagi perusahaan untuk menyusun laporan keuangan dan mengklasifikasikan biaya
dalam akun-akun. Selain itu, hal ini juga menguntungkan bagi perusahaan dalam
mengakapitalisasi, dimana dengan kapitalisasi ini perusahaan mempunyai Aset
yang lebih besar dalam laporan keuangan.
Dengan konvergensi IFRS, perusahaan-perusahaan melakukan pelaporan keuangan
akan lebih mudah, lebih hemat biaya dan terjadi sedikit penyesuaian laporan
keuangan. Hal ini merupakan salah satu tujuan konvergensi IFRS, dimana lebih
memudahkan perusahaan dalam melakukan pelaporan keuangan. Sehingga fokus
penyusunan IFRS, maupun konvergensi pada PSAK pun juga terfokus pada
kepentingan manajemen atau perusahaan itu sendiri.
Pengadopsian IFRS yang dilakukan DSAK ini juga kurang mendapatkan perhatian
dari pemerintah. Penyusunan PSAK baru didominasi oleh para akuntan yang
memiliki sudut pandang bisnis dan perekonomian. Permasalahan politik yang
terjadi hingga saat ini sangat kurang diperhatikan dan pemerintah hanya
mendapatkan informasi mengenai laporan keuangan saja tanpa memperhatikan unsur
politik. Unsur politik adalah yang paling utama dalam pemerintahan Indonesia.
Seperti yang dilansir dalam Majalah Akuntansi Indonesia, hingga saat ini
proporsi orang politik lebih besar daripada para profesional yang menekuni
bidangnya. Sehingga dapat dipastikan profesional dalam bidang akuntansi dan
keuangan sangat kurang. Berdasarkan survei yang dilakukan redaksi Akuntansi
Indonesia, Dari 155 kuisioner yang dibagikan pada pemerintah, 54 persen dari
kuisioner merupakan orang-orang yang mengaku tidak paham mengenai bidang
akutansi, dan sisanya adalah yang paham mengenai bidang akuntansi. Hal ini
menandakan kurangnya perhatian pemerintah dalam bidang akuntansi dan masih
banyak oknum pemerintah yang belum paham mengenai akuntansi. Sehingga dapat
muncul sikap yang apatis mengenai penyusunan standar akuntansi keuangan. Belum
lagi dengan kejadian korupsi di kubu pemerintahan yang hingga saat ini makin
marak. Korupsi yang tidak ada hentinya ini menyebabkan pemerintah terlalu
disibukkan permasalahan korupsi sehingga pemerintahpun tidak memperhatikan
permasalahan bidang ekonomi, seperti konvergensi IFRS yang setiap waktu dapat
berubah.
Tanggung Jawab seorang akuntan di masa mendatang memang dirasa cukup dilema
karena dengan segala kemudahan-kemudahan yang didapat, maka akan menguntungkan
pihak kapitalisme yang semakin lama semakin menguasai perekonomian dunia.
Dengan adanya konvergensi IFRS ini, para akuntan lebih fokus pada kepentingan
perusahaan atau investor. Dengan aturan-aturan yang terfokus pada investor dan
perusahaan, tanggung jawab seorang akuntan hanya sebatas kepada perusahaan dan
investor. Hingga saat ini pun, akuntan lebih memprioritaskan fee dari pekerjaan
akuntansi, dimana pemberi fee adalah pihak manajemen/perusahaan atau investor
itu sendiri. Sehingga bisa dimungkinkan terjadinya subjektivitas terhadap
perusahaan atau investor dan akuntan bekerja tidak mengutamakan independensi
tetapi mengutamakan gaji/fee.
Tanggung jawab akuntan masih terbatas pada investor atau perusahaan. Padahal
seorang akuntan tidak hanya melayani jasa pelaporan keuangan untuk investor
atau perusahaan. Seorang akuntan dituntut menjadi akuntan yang dapat memberikan
tanggung jawab kepada seluruh stakeholder dengan penuh keadilan dimana laporan
keuangan yang disusun oleh akuntan adalah relevan. Sehingga Akuntan-akuntan
diharapkan untuk memiliki tanggung jawab sosial yang baik agar dapat memenuhi
semua kepentingan stakeholder.
Perlu adanya pengkajian ulang tentang tanggung jawab akuntan pada proses
kovergensi IFRS, dimana kepentingan-kepentingan para stakeholder perlu
didiskusikan agar PSAK yang baru tidak hanya terfokus pada kepentingan
perusahaan/investor saja. Ruang lingkup dalam PSAK perlu diperluas dimana PSAK
baru dapat mengandung tanggung jawab sosial akuntan. Tidak hanya tanggung jawab
sosial, masalah etika akuntan perlu dikaji kembali dan PSAK baru mampu
mengcover permasalahan-permasalahan tanggung jawab sosial. Pelaporan keuangan
diharapkan tidak hanya menampilkan angka-angka dan pengungkapan dari
angka-angka tersebut, akan tetapi mampu melaporkan seluruh aspek perusahaan
termasuk perlakuan terhadap para stakeholder. Apakah perusahaan telah menyentuh
semua stakeholder ataukah belum menjadi suatu pertanggungjawaban perusahaan dan
akuntan sebagai penyaji laporan keuangan wajib melaporkan semua mengenai
perusahaan.
Seperti yang dikutip dari Majalah Akuntansi Indonesia edisi 17, sebelum
dilakukan harmonisasi/konvergensi bertahap, pendidikan akuntansi di Indonesia
telah mempunyai beberapa masalah dan salah satunya adalah kompetensi
akuntan-akuntan yang tidak berstandar Internasional. Ini menjadi kendala yang masih
belum terselesaikan hingga konvergensi IFRS dilaksanakan bertahap. Secara
pelaporan keuangan saja, pendidikan akuntansi di Indonesia masih dikatakan
lemah. Maka tidak menutup kemungkian pendidikan akuntansi di indonesia masih
terfokus pada permasalahan pelaporan keuangan.
Hingga saat ini, pendidikan akuntansi di Indonesia mengacu pada PSAK yang
diadopsi dari FASB. Laporan yang dihasilkan pun masih terfokus dengan
angka-angka yang mewakili informasi akuntansi sebuah perusahaan. Begitu juga
setelah adanya konvergensi IFRS, permasalahan yang diangkat dan dikaji dalam
forum DSAK adalah mengenai masalah pelaporan keuangan saja. PSAK yang telah
direvisi ini pun juga masih terlarut dalam pelaporan keuangan. Sehingga seluruh
materi yang diberikan dalam kelas akuntansi terfokus pada pelaporan keuangan.
Sangat sulit untuk melangkah lebih luas lagi, dimana diharapkan akuntan tidak
hanya berada dalam ruang lingkup pelaporan keuangan. Tetapi mempunyai tanggung
jawab sosial dan etika yang baik dalam menjalankan tugas sebagai akuntan.
Solusi untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan akuntansi adalah perlu
adanya pengkajian ulang mengenai masalah pendidikan dalam proses konvergensi
IFRS. Beberapa hal perlu dipertimbangkan agar pendidikan akuntansi di Indonesia
tidak hanya larut pada pelaporan keuangan, melainkan berbagai aspek yang
terkait dan dampak-dampak yang muncul setelah konvergensi IFRS dilakukan,
termasuk permasalahan pendidikan akuntansi yang terus update dari waktu ke
waktu.
Pendidikan akuntansi merupakan masalah yang tidak terlalu dipertimbangkan oleh
para akuntan-akuntan senior dan sekaligus Dewan Standar Akuntansi Keuangan.
Fenomena-fenomena ekonomi dan permasalahan global lainnya menjadi bahan
pertimbangan utama dalam menentukan keputusan konvergensi IFRS. Padahal
pendidikan sangan berpengaruh pada kualitas akuntan di masa depan. Untuk
merubah pendidikan akuntansi di indonesia menjadi lebih baik, kita harus
mengkaji ulang konvergensi IFRS ke PSAK, apakah cocok untuk materi di bangku
perkuliahan atau tidak. Karena konvergensi IFRS ke PSAK ini merupakan landasan
dari semua aktivitas akuntansi, mulai dari materi hingga praktek akuntansi di
lapangan.
Selanjutnya dimana para akademisi perlu mengadakan perubahan kurikulum, silabus
dan literatur agar akuntan-akuntan di indonesia dapat melakukan tugas sebagai
seorang akuntan dengan baik. Karena perubahan-perubahan fenomena akuntansi
berkembang dengan cepat dan kita sebagai akuntan juga harus mampu mengikuti
perubahan-perubahan yang akan terjadi dimana perubahan-perubahan ini akan
memberikan tantangan-tantangan baru bagi para akuntan untuk menjadi akuntan
yang mampu memberikan hal terbaik bagi dunia akuntansi.
Tidak menutup kemungkinan pada 2012, PSAK baru dengan memperhatikan
faktor-faktor yang berpengaruh (stakeholder, pendidikan, sosial dan aspek-aspek
lainnya) akan menjadi standar akuntansi keuangan yang dapat digunakan sebagai
acuan pendidikan akuntansi Indonesia yang mampu memanusiakan manusia.
Konvergensi IFRS memang harus dikaji sedemikian rupa dengan segala pertimbangan
atas fenomena ekonomi dan aspek-aspek lainnya yang dapat berpengaruh serta
perlu adanya keikutsertaan para stakeholder yang juga mendapatkan dampak dari
konvergensi IFRS itu sendiri. Terutama stake holder eksternal, seperti
pemerintah, masyarakat dan sebagainya dimana sangat kurang diperhatikan
apresiasinya. Sehingga PSAK baru dapat berpihak pada semua kalangan yang berhak
atas informasi pelaporan keuangan.
Penginformasian mengenai pentingnya konvergensi IFRS perlu dipublikasikan
kepada berbagai kalangan yang akan menerima dampak saat proses konvergensi dan
setelah konvergensi selesai. Indonesia belum siap menghadapi apdopsi IFRS
secara penuh pada tahun 2012 tanpa tindakan-tindakan yang cepat, termasuk
publikasi kepada semua kalangan. Penginformasian disertai pengkajian IFRS terus
menerus memang perlu dilakukan oleh para akuntan-akuntan, agar Indonesia dapat
berkompeten di kancah internasional. Sehingga Indonesia mampu menjalankan roda
perekonomian dengan baik.
Referensi :
- Ikatan Akuntan Indonesia. 2010.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta :Salemba Empat
- Ulfah Maria. 2008. Analisis Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan dan Akuntansi Sosial. Skripsi
diakses pada tanggal 3 Juni 2011
diakses pada tanggal 3 Juni 2011
diakses pada tanggal 3 Juni 2011
diakses pada
tanggal 3 Juni 2011
diakses
pada tanggal 3 Juni 2011
(sumber: Akuntan Indonesia, majalah edisi no 16,April 2009, Ikatan Akuntan
Indonesia)