Senin, 30 April 2012

Kronologi dan Penyebab Kecelakaan Maut Mobil Xenia Afriyani di Tugu Tani Jakarta Pusat dan Jeratan Pasal serta Denda


Kronologi dan Penyebab Kecelakaan Maut Mobil Xenia Afriyani di Tugu Tani Jakarta Pusat 
Sembilan orang tewas setelah tertabrak mobil Xenia maut di Tugu Tani, Jakarta. Seperti apa detik-detik kecelakaan maut ini terjadi?
Keterangan Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Dwi Sigit Nurmantyas menyampaikan kronologi kecelakaan maut ini, Minggu (22/1/2012). Berikut kronologi lengkapnya dari TKP sampai penetapan pengemudi mobil Xenia menjadi tersangka :

Ø  Pukul 11.12 WIB.
Kecelakaan terjadi di Jl MI Ridwan Rais arah Tugu Tani, tepatnya depan Gedung Kementerian Perdagangan Jakarta Pusat. Pengemudi dan penumpang Daihatsu Xenia B 2479 XI usai menghadiri acara di Hotel Borobudur di Lapangan Banteng. Saat itu, pengemudi Xenia memacu kendaraannya hingga 60-70 Km per jam. Mobil yang dikemudikan Afriyani Susanti (29) berjalan dari arah Hotel Borobudur di Lapangan Banteng menuju Tugu Tani. Di depan Gedung Kemendag, kendaraan oleng kemudian banting setir ke kiri dan menabrak pejalan kaki di trotoar, serta merusak halte bus di depan Gedung Kemendag.
Ø  Pukul 12.25 WIB
8 orang korban tabrakan dinyatakan tewas dan dibawa ke RSCM. Sementara itu 5 korban luka-luka dibawa ke RSPAD Gatot Subroto.
> 8 orang yang meninggal dunia dan dibawa ke RSCM, yaitu:
1. Moch Hudzaifah alias Ujay, 16 th
2. Firmansyah, 21 th
3. Suyatmi, 51 th
4. Yusuf Sigit; 2,5th
5. Ari, 16 th
6. Nanik Riyanti, 25 th
7. Fifit Alfia Fitriasih, 18 th
8. Laki-laki, belum diketahui namanya, umur sekitar 17 th

> Sedangkan 5 orang yang dirawat di RSPAD Gatot Subroto yaitu:
1. Ny. Siti Mukaromah, 30 th
2. Moh Akbar, 22 th
3. Keny, 8 th
4. Indra, 11 th
5. Bp Teguh Hadi Purnomo
Keluarga korban dijanjikan santunan Rp 25 juta dari Jasaraharja CMIIW untuk korban meninggal dunia. Sementara korban yang selamat kemudian dijanjikan perawatan sampai sembuh total.
Ø  13.00 WIB
Keluarga korban mulai berdatangan ke RSCM. Diketahui 4 orang yang meninggal berasal dari satu keluarga. Sugiantini, seorang nenek dari Jepara yang sedang berlibur bersama keluarganya dari Monas kehilangan empat anggota keluarganya yaitu Nani yang sedang hamil 3 bulan, adiknya Nani bernama Suyatmi, cucu Sugiantini bernama Yusuf (2,5), dan keponakannya Sugiantini (Fifit Alfia Fitriasih, 18). Hingga pukul 19.00 WIB keempat jenazah masih mengurus proses pemulangan ke Jepara.

Ø  Pukul 16.00 WIB.
4 Penumpang Daihatsu Xenia, termasuk pengemudi, menjalani tes urine di RS Polri Kramat Jati. Pengemudi Xenia, Afriyani Susanti (29), sudah menjadi tersangka dan ditahan.
Afriyani Susanti ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 283, 287 ayat 5, Pasal 288, Pasal 310 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4. Afriyani langsung ditahan sambil menunggu proses di Penegakan Hukum (Gakkum) Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Sudarmanto.
3 Rekan tersangka sebagai saksi, yakni Deny Mulyana (30) yang duduk di samping Afriyani, serta penumpang Xenia yang duduk di belakang Adistria Putri Grani (26) dan Arisendi (34). Polda Metro juga memeriksa saksi lain yang ada di lokasi yakni, Suwarto, Ridwan dan Zulhendri.
Ø  Sekitar Pukul 22.00 WIB
Jumlah korban tewas akibat kecelakaan maut mobil Xenia bertambah menjadi 9 orang yaitu atas nama Mochamad Akbar. “Korban meninggal bertambah satu orang atas nama Mochamad Akbar (23),” Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum Dirlantas Polda Metro Jaya AKBP Sudarmanto kepada wartawan, Minggu (22/1/2012).
Muhammad Akbar (23) meninggal setelah sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto bersama empat korban lainnya, Siti Mukaromah (30), Keny (8), Indra (11) dan Teguh Hadi Purnomo menderita luka-luka.

Mobil Xenia yang menewaskan sembilan orang di Tugu Tani (VIVAnews/ Muhamad Solihin)
Maut tak terelakkan. Sebuah mobil Daihatsu Xenia B 2479 XI yang dikemudikan Afriyani Susanti, 29, menabrak belasan orang di Jalan MI Ridwan Rais, Tugu Tani, Jakarta Pusat. Sembilan orang tewas. Empat lainnya luka-luka.
Tim analisis Polda Metro Jaya segera bereaksi. Tim ini sudah lama dibentuk. Hanya diterjunkan ketika terjadi kasus kecelakaan menonjol, dengan korban tewas lebih lima orang. Tugas kali ini, mengungkap penyebab kecelakaan yang terjadi pada Minggu siang, 22 Januari 2012.
“Tim tidak melihat aspek hukum, tapi menganalisis faktor penyebab untuk kepentingan penyidikan,” kata Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Wahyono, yang memimpin rapat koordinasi tim analisis, Senin, 23 Januari 2012.
Wahyono belum bersedia mengungkap hasil analisis permulaan. Ia hanya mengatakan bahwa tim masih bekerja dengan melibatkan sejumlah unsur seperti, Jasa Raharja, Dinas Perhubungan, dan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM).
Tim memiliki waktu untuk menyelesaikan analisisnya tak lebih dari 20 hari atau sebelum masa penahanan tersangka habis. Ada empat faktor utama yang menjadi fokus analisis: manusia atau pengemudi, kondisi kendaraan, lingkungan atau cuaca, dan infrastruktur jalan.
Ø  Sudutkan Pengemudi
Meski tim analisis belum menyelesaikan tugasnya, hasil penyidikan sementara menyudutkan pengemudi sebagai faktor penyebab kecelakaan. Ada sejumlah pelanggaran yang berpotensi kuat memicu kecelakaan lalu lintas di jalan raya.
Pertama, pengemudi berkendara dalam kondisi tidak stabil. Selain mengemudi dalam kondisi mengantuk, ia juga berada dalam pengaruh narkotika dan minuman keras. Hasil tes urin yang dilakukan polisi memperlihatkan kandungan zat narkotika seperti sabu-sabu, ekstasi, juga whiski.
Kedua, pengemudi melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi, hampir 100 kilometer per jam. Kecepatan ini melebihi batas normal berkendara di jalan umum sekitar 60 kilometer per jam. Ketiga, pengemudi tak memiliki SIM, yang secara legal dianggap tak memiliki kecakapan menyetir mobil.
Keterangan awal yang menyebut pengemudi kehilangan kendali karena rem blong juga dimentahkan. “Kami sudah kroscek ke TKP. Tidak ada bekas rem. Mobil berhenti karena menabrak beton. Dia bilang remnya blong. Kami periksa tenyata tidak blong,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto.
Ø  Pengemudi terjerat pasal berlapis. Selain pemakaian narkotika, pengemudi juga terbukti berkendara tanpa membawa STNK, tak memiliki SIM, merusak fasilitas umum, dan menghilangkan nyawa orang lain.
Ø  Jalanan Pembunuh
Jalanan masih menjadi pembunuh kelas wahid. Kecelakaan di atas hanya sepenggal kisah dari ribuan tragedi yang menghantui warga perkotaan.
Data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menunjukkan, sepanjang tahun 2011  terjadi 7.778 kasus kecelakaan lalu lintas di wilayah Ibu Kota. Dari 9.731 korban, 997 di antaranya tewas. Sementara ribuan lainnya mengalami luka berat dan luka ringan.
Angka itu menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya. Data serupa pada tahun 2010 menunjukkan, terjadi 8.235 kasus kecelakaan lalu lintas. Jumlah korban tewas mencapai 1.048 orang, luka berat 3.473 orang, dan luka ringan 5.825 orang.
Banyak faktor menjadi penyebab kecelakaan maut, seperti kecelakaan xenia maut di tugu tani. Di antaranya pengemudi yang tak memerhatikan aturan lalu lintas, pengemudi yang berkendara dalam kondisi tak stabil, kondisi mobil yang kurang prima, kualitas jalan yang buruk, atau tikungan tajam.
Menilik kasus kecelakaan mobil yang dikemudian Afriyani, kepolisian mengimbau masyarakat untuk memerhatikan aturan berkendara. Tak hanya peduli rambu-rambu, tapi juga kondisi kendaran dan stabilitas fisik. “Kami mengimbau jika mengendarai kendaraan dalam kondisi tidak mengantuk. Karena jika dalam kondisi mengantuk konsentrasi akan hilang dan dapat membahayakan diri sendiri serta orang lain,” kata Wahyono.


JAKARTA- ‘Sopir maut’ Afriyani Susanti yang menabrak rombongan pejalan kaki di sekitar kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat, hingga sembilan orang tewas hanya diancam dengan hukuman maksimal 6 tahun penjara.
“Enggak adil. Sembrono kalau aparat pakai pasal ini,” kata pengamat hukum pidana Universitas Islam Indonesia, (UII) Yogyakarta, Dr Mudzakkir, Selasa (24/1/2012).
Ancaman hukuman maksimal yang menjerat Afriyani yaitu Pasal 310 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di situ disebutkan yaitu dalam hal pengendara lalai sehingga terjadi kecelakaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan hukuman paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp 12 juta. Adapun ancaman hukuman di KUHP malah lebih ringan yaitu 5 tahun penjara, seperti tertuang dalam Pasal 359 KUHP yaitu orang yang menyebabkan matinya orang lain karena kealpannya.
“Sistem hukum kita kacau balau,” komentar Mudzakkir.
Menurut Mudzakkir, pasal 359 KUHP dan 310 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan hanyalah mendasarkan pada unsur kelalaian. Yang dimaksud lalai apabila pengendara kendaraan sudah tertib, sudah sesuai aturan dan mematuhi rambu-rambu lalu lintas, tapi ada satu kejadian yang menyebabkan kecelakaan.
“Kalau mengendarai sudah benar, tiba-tiba kendaraan di depan berhenti mendadak sehingga terjadi kecelakaan dan ada meninggal, itu yang namanya lalai,” beber Mudzakkir.
Namun jika pengendara tersebut mengendarai dalam kondisi di bawah pengaruh obat maka tidak bisa dikenakan pasal kelalaian. Sebab dia sudah bisa memprediksi jika mengendarai kendaraan akan terjadi kecelakaan.
“Kalau dalam kondisi mabuk, pakai ekstasi, tapi tetap mengendarai, maka dia mengetahui akan risiko dan akibat yang timbul. Dia bisa dikenakan pasal pembunuhan, pasal 339 KUHP dengan ancaman 20 tahun penjara atau hukuman seumur hidup. Jaksanya harus kreatif pakai pasal ini,” ujar Mudzakkir.
Selain dijerat dengan pasal 310 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan hukuman maksimal 6 tahun penjara, Afriyani juga diancam dengan pasal 283 dan 287 UU yang sama dengan ancaman 2 bulan penjara. Afriyani juga melanggar pasal 127 UU Pemberantasan Narkotika dengan hukuman 4 tahun.

Jeratan Pasal 338 KUHP
Kasus pemerkosaan di mobil angkutan kota (angkot) belum usai. Kini muncul lagi pemberitaan seputar lalu lintas. Afriyani Susanti tersangka dalam kasus  “Xenia Maut” menjadi perbincangan yang hangat. Bukan karena mobil yang dikendarainya telah menggunakan Bahan Bakar Gas (BBG). Atau karena mobilnya adalah buatan anak Esemka.  Akan tetapi, karena mobil yang dikendarainya telah menelan korban nyawa 9 orang.
Tabrakan beruntun atau lazim didengar dengan istilah kasus “Xenia Maut” menyita banyak perhatian masyarakat. Terlebih karena jumlah korbannya yang banyak dan tentunya meninggalkan kepedihan yang mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Banyaknya spekulasi yang bermunculan tentang ancaman undang-undang yang akan dikenakan untuk menjerat pelakunya. Hal tersebut wajar saja, karena pelaku (baca: sopir) berada dalam kondisi dibawah pengaruh obat-obatan.

 Afriyani Susanti dan Perdebatan Penerapan Pasal 338 KUHP
Afriyani Susanti telah dijerat Pasal 338 KUHP oleh penyidik Polda Metro Jaya. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto mengatakan bahwa itu hasil dari analisa kepolisian dan saksi ahli serta keterangan saksi yang ada ditempat kejadian. Pelaku dianggap telah memenuhi unsur-unsur pasal pembunuhan. Pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya putusan MA (yurisprudensi) dalam kasus kecelakaan Metro Mini yang mengakibatkan 32 orang tewas.
Bila kita melihat posisi kasus (baca: Xenia Maut), telah terjadi perbedaan pendapat  dalam hal penerapan sanksi pidana bagi pelakunya. Banyak pakar hukum yang berpendapat bahwa pelaku seharusnya dijerat dengan Pasal 338 KUHP maksimal 15 tahun penjara. Pelaku dianggap telah melakukan suatu kesengajaan (dolus) yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Di lain sisi ada juga yang berpendapat bahwa pelaku telah melakukan kelalaian (culpa). Sehingga menyebabkan tabrakan maut yang menelan korban (vide:Pasal 359 KUHP).
Marilah menyelami pendapat satu persatu pakar hukum tersebut. Pendapat pertama penerapan Pasal 338 KUHP kepada Afriyani Susanti sudah tepat. Hal tersebut karena Afriyani susanti mengetahui dirinya dibawa pengaruh obat terlarang dan minuman beralkohol sambil mengemudikan mobilnya.  Hingga mengakibatkan tabrakan yang berujung kepada hilangnya nyawa seseorang.
Salah satu unsur penting Pasal 338 KUHP yakni unsur kesengajaan. Kesengajaan (dolus/opzet) yang dalam teori hukum pidana dibagi atas tiga. Pertama, kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk)Kedua, kesengajaan sebagai keinsyafan pasti (opzet hij zakerheids hewustzijn). Ketiga, kesengajaan sebagai keinsyafan kemungkinan (opzet hij mogelijkheids hewustzijn atau dolus eventualis).   
Dalam Memorie van Toelecting (baca: penjelasan KUHP) terdapat keterangan yang menyatakan bahwa pidana pada umumnya hendak dijatuhkan hanya pada barang siapa melakukan perbuatan yang dilarang dengan “dikehendaki” dan “diketahui”. Kesengajaan haruslah mengandung kata dikehendaki (willens) dan diketahui (wetens). Bila kita kaitkan dengan kasus Xenia Maut,  maka pelaku diduga telah melakukan suatu kesengajaan sebagai keinsyafan kemungkinan/ dolus eventualis.
Pendapat kedua, mengatakan bahwa pelaku (baca: Afriyani Susanti) harusnya dijerat Pasal 359 KUHP maksimal 5 tahun penjara. Pelaku dianggap telah lalai (culpa) dalam mengendarai mobilnya yang berujung kepada hilangnya nyawa orang lain. Seseorang dikatakan lalai (culpa) apabila ternyata dia menghendaki untuk melakukan suatu perbuatan. Akan tetapi, hanya akibatnya dia tidak membayangkan, padahal seharusnya dia membayangkannya. Kasus Xenia Maut si pelaku telah mengendarai kendaraanya dalam kondisi mabuk ditempat yang ramai dan telah diperingatkan oleh teman-temannya. Tetapi Afriyani Susanti tetap tidak menghiraukannya. Atau dengan kata lain Afriyani Susanti harusnya sudah bisa membayangkan akibatnya bila mengendarai mobil ditempat yang ramai dalam kondisi mabuk.
Pelaku kasus Xenia Maut telah dijerat Pasal 338 KUHP yang dikuatkan dengan yurisprudensi MA dan melihat sisi keadilan bagi keluarga korban. Pertanyaannya apakah Afriayani Susanti melakukan kesengajaan? Tentunya kata “kesengajaan” lah yang harus dibuktikan.
Sumber:
Nama : Khaerunnisa
Npm : 23210879

Tidak ada komentar:

Posting Komentar