Contoh Tulisan Ilmiah Populer
Dalam pembahasan tulisan
ilmiah popular ini saya ingin membahas tentang sepuluh faktor yang dapat
mempengaruhi pemanfaatan kotoran ternak sapi menjadi biogas yaitu:
1. Ketersediaan ternak
Jenis jumlah dan sebaran
ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi pengembangan biogas. Hal ini
karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan kotoran ternak. Kotoran ternak
yang dapat diproses menjadi biogas berasal dari ternak ruminansia dan non
ruminansia seperti sapi potong, sapi perah serta unggas. Jenis
ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya. Untuk menjalankan biogas
skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak dari 3 ekor sapi,
atau 7 ekor babi, atau 400 ekor ayam.
2. Kepemilikan Ternak
Jumlah ternak yang dimiliki
oleh peternak menjadi dasar pemilihan jenis dan kapasitas biogas yang dapat
digunakan. Saat ini biogas kapasitas rumah tangga terkecil dapat dijalankan
dengan kotoran ternak yang berasal dari 3 ekor sapi atau 7 ekor babi atau 400
ekor ayam. Bila ternak yang dimiliki lebih dari jumlah tersebut, maka dapat
dipilihkan biogas dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau semen)
atau beberapa biogas skala rumah tangga.
3. Pola Pemeliharaan Ternak
Ketersediaan kotoran ternak
perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi maksimal. Kotoran ternak lebih mudah
didapatkan bila ternak dipelihara dengan cara dikandangkan dibandingkan dengan
cara digembalakan.
4. Ketersediaan Lahan
Untuk membangun biogas
diperlukan lahan disekitar kandang yang luasannya bergantung pada jenis dan
kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk membangun biogas skala terkecil
(skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m). Sedangkan skala komunal terkecil
membutuhkan lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).
5. Tenaga Kerja
Untuk mengoperasikan biogas
diperlukan tenaga kerja yang berasal dari peternak/pengelola itu sendiri. Hal
ini penting mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila pengisian kotoran ke
dalam reaktor dilakukan dengan baik serta dilakukan perawatan peralatannya.
Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas
disebabkan karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit
tersebut; kedua, peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan
pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain selain memelihara ternak.
6. Manajemen Limbah/Kotoran
Manajemen limbah/kotoran
terkait dengan penentuan komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai untuk
menghasilkan biogas, jumlah pemasukan kotoran, dan pengangkutan atau pengaliran
kotoran ternak ke dalam raktor. Bahan baku reaktor biogas adalah kotoran ternak
yang komposisi padat cairnya sesuai yaitu 1 berbanding 2. Pada peternakan sapi
perah komposisi padat cair kotoran ternak biasanya telah sesuai, namun pada
peternakan sapi potong perlu penambahan air agar komposisinya menjadi sesuai.
Jumlah pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap hari atau setiap 2
hari sekali tergantung dari jumlah kotoran yang tersedia dan sarana penunjang
yang dimiliki. Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan secara manual dengan cara
diangkut atau melalui saluran.
7. Kebutuhan Energi
7. Kebutuhan Energi
Pengelolaan kotoran ternak
melalui proses reaktor an-aerobik akan menghasilkan gas yang dapat digunakan
sebagai energi. Dengan demikian, kebutuhan peternak akan energi dari sumber
biogas harus menjadi salah satu faktor yang utama. Hal ini mengingat, bila
energi lain berupa listrik, minyak tanah atau kayu bakar mudah, murah dan
tersedia dengan cukup di lingkungan peternak, maka energi yang bersumber dari
biogas tidak menarik untuk dimanfaatkan. Bila energi dari sumber lain tersedia,
peternak dapat diarahkan untuk mengolah kotoran ternaknya menjadi kompos atau
kompos cacing (kascing).
8. Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)
Energi yang dihasilkan dari
biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak, menyalakan petromak, menjalankan
generator listrik, mesin penghangat telur/ungas dll. Selain itu air panas yang
dihasilkan dapat digunakan untuk proses sanitasi sapi perah. Pemanfaatan energi
ini dapat maksimal bila jarak antara kandang ternak, reaktor biogas dan rumah
peternak tidak telampau jauh dan masih memungkinkan dijangkau instalasi
penyaluran biogas. Karena secara umum pemanfaatan energi biogas dilakukan di
rumah peternak baik untuk memasak dan keperluan lainnya.
9. Pengelolaan Hasil Samping Biogas
Pengelolaan hasil samping
biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi pupuk cair atau pupuk padat
(kompos). Pengeolahannya tergolong sederhana yaitu untuk pupuk cair dilakukan
fermentasi dengan penambahan bioaktivator agar unsur haranya dapat lebih baik,
sedangkan untuk membuat pupuk kompos hasil samping biogas perlu dikurangi
kandungan airnya dengan cara diendapkan, disaring atau dijemur. Pupuk yang
dihasilkan tersebut dapat digunakan sendiri atau dijual kepada kelompok tani setempat
dan menjadi sumber tambahan pandapatan bagi peternak.
\ 10. Sarana Pendukung
Sarana pendukung dalam
pemanfaatan biogas terdiri dari saluran air dan peralatan kerja. Sarana ini dapat mempermudah pengelolaan dan
perawatan instalasi biogas. Saluran air dapat digunakan untuk mengalirkan
kotoran ternak dari kandang ke reaktor biogas sehingga kotoran tidak perlu
diangkut secara manual. Air digunakan untuk membersihkan kandang ternak dan
juga digunakan untuk membuat komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai.
Sedangkan peralatan kerja digunakan untuk mempermudah/meringankan pekerjaan
/perawatan instalasi biogas.
(Kesimpulan) Indonesia sangat baik dalam
pengembangan biogas, pada umumnya peternak sapi di Indonesia mempunyai rata-
rata 2 – 5 ekor sapi dengan lokasi yang tersebar tidak berkelompok. Sehingga
penanganan limbahnya baik itu limbah padat, cair maupun gas seperti kotoran
maupun sisa pakan dibuang ke lingkungan sehingga menyebabkan pencemaran.
Pengolahan limbah secara sederhana hanya dengan pemanfaatannya sebagai pupuk
alami. Diketahui sapi dengan bobot
450 kg menghasilkan limbah berupa kotoran lebih kurang 25 kg per hari. Dan
apabila tidak dilakukan penanganan secara baik maka akan menimbulkan masalah
pencemaran lingkungan udara, tanah dan air serta penyebaran penyakit menular.
Sehingga sangat diperlukan usaha untuk mengurangi dampak buruk dari kegiatan
peternakan sapi salah satunya dengan melakukan penanganan yang baik terhadap
limbah yang dihasilkan melalui biogas. Hasil biogas dari rata 3 – 5 ekor sapi
tersebut setara dengan 1-2 liter minyak tanah/hari. Dengan demikian keluarga
peternak yang sebelumnya menggunakan minyak tanah untuk memasak bisa menghemat
penggunaan minyak tanah 1-2 liter/hari. Pemanfaatan biogas di Indonesia sebagai energi pengganti
sangat memungkinkan untuk diterapkan di masyarakat, apalagi sekarang ini harga
bahan bakar minyak yang makin mahal dan kadang-kadang langka keberadaannya. Besarnya limbah biomassa padat di seluruh Indonesia seperti kayu
dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan perkebunan; limbah
kotoran hewan, misalnya kotoran sapi, kerbau, kuda, dan babi juga dijumpai di
seluruh provinsi Indonesia dengan kualitas yang berbeda-beda. Teknologi biogas
adalah suatu teknologi yang dapat digunakan dimana saja selama tersedia limbah
yang akan diolah dan cukup air. Di negara maju perkembangan teknologi biogas
sejalan dengan perkembangan teknologi lainnya. Untuk kondisi di Indonesia,
teknologi biogas dapat dibangun dengan kepemilikan kelompok dan dipelihara secara
bersama.
Disamping itu, usaha lain yang dapat bergerak dengan
kegiatan ini adalah peternakan cacing untuk pakan ikan dan unggas, industri
tahu atau tempe dapat menghasilkan ampas tahu yang dapat dimanfaatkan sebagai
pakan sapi dan limbah cairnya sebagai bahan input produksi biogas. Industri kecil pendukung juga dapat berkembang, seperti industri
bata merah, industri kompor gas, industri lampu penerangan, pemanas air dan
sebagainya. Sehingga pengembangan teknologi biogas secara langsung maupun tidak
langsung diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru dipedesaan.
Nama: khaerunnisa
Npm : 23210879
Tidak ada komentar:
Posting Komentar