Sabtu, 31 Maret 2012

Kenaikan Harga BBM

Kenaikan Harga BBM
Akhir-akhir ini kita sering mendengar berita di televisi atau Koran dan radio mengenai kenaikan harga BBM. Masalah ini menimbulkan terjadinya pro dan kontra. akibatnya akan ada terjadinya demo dimana-mana karna inti dari permasalahannya itu adalah masalah tentang kenaikan harga BBM, dimana kenaikan harga BBM tersebut banyak masyarakat yang tidak setuju akan adanya kenaikan harga BBM, dikarnakan akan adanya banyak dampak bagi masyarakat Indonesia.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat paripurna siang ini. Paripurna tidak akan membuat keputusan menolak atau menyetujui kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), namun membahas perangkat aturan bagi pemerintah sebagai dasar pijakan menaikkan harga BBM bersubsidi.

Dalam Pasal 7 ayat 6 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara 2012. Pasal 7 ayat (6) ini menyatakan bahwa harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Karena APBN akan mengalami defisit jika harga BBM tidak disesuaikan dengan harga minyak dunia, maka Pemerintah berencana menaikkan harga BBM. Bola pun kemudian dilempar ke DPR untuk dibahas. 

Setelah Pemerintah dengan Banggar DPR melakukan pembahasan, berkembang wacana tambahan Pasal 7 ayat 6 A. Penambahan ini untuk memberikan kelonggaran kepada Pemerintah menaikkan harga BBM  yang mengatur bahwa dalam hal minyak mentah dunia mengalami kenaikan atau penurunan 5 persen, maka pemerintah berwenang menyesuaikan subsidi dan mengubah harga. Tapi muncul lagi opsi lain. Syarat 5 persen berubah menjadi 15 persen. Beberapa fraksi kemudian memberikan usulan. PKB kemudian menaikkan 17,5 persen. Golkar juga mengusulkan 15 persen dengan kenaikan atau penurunan rata-rata itu harus dihitung dalam waktu enam bulan. (boy/awa/jpnn)

Sidang paripurna DPR diskors untuk forum lobi. Forum lobi digelar karena ada beberapa perbedaan pandangan mengenai pasal 7 ayat 6 RUU APBN-P 2012 tentang kewenangan menyesuaikan harga BBM.

Perbedaan-perbedaan pandangan itu bisa disederhanakan sebagai berikut:
1.     Meminta agar pasal 7 ayat 6 tidak diubah. Bunyi pasal 7 ayat 6 adalah sebagai berikut: "Harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan."
Pendukung opsi ini adalah FPDIP, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Hanura.
2.    Meminta agar pasal 7 ayat 6 ditambah dengan pasal 6 ayat huruf a. Penambahan huruf a pada ayat 6 ini memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM bila harga rata-rata minyak mentah Indonesia mengalami kenaikan atau penurunan dari asumsi. Draf pasal 7 ayat 6 a ini sebagai berikut:
Dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari … % (… persen) dari ICP yang diasumsikan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012, Pemerintah dapat melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya.

Opsi ini dipilih Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PKB, Fraksi PPP, dan Fraksi PKS.

Dampak Kenaikan Harga BBM
Salah satunya yaitu dampak kenaikan harga BBM dalam bidang ekonomi, pengaruh kenaikan harga BBM secara pasti akan menaikkan biaya operasional sehari-hari. Seperti kenaikan biaya transportasi, kenaikan biaya listrik, biaya air, kenaikan tarif jalan tol. Dan selanjutnya akan berdampak pada kenaikan harga sembako (sembilan bahan pokok). Jika kenaikan harga BBM benar terjadi tanpa disertai kenaikan pendapatan bagi para pekerja maka akan bertambahnya jumlah penduduk miskin di Indonesia. karna keadaan tersebut tidak seimbang dengan yang dijalani, belum lagi bagi mereka yang sudah berkeluarga, pastinya biayapun akan makin bertambah, apalagi bagi mereka yang sudah mempunyai anak yang masih harus mebiayai sekolahnya sampai lulus.

Kenaikan harga BBM juga dapat berakibat naiknya biaya produksi yang menyebabkan kenaikan biaya produksi, tingkat daya beli masyarakat akan mengalami penurunan. Sehingga bisa terjadinya penumpukan barang-barang produksi. jika hal ini tidak terjadi perbaikan, di masa mendatang bisa jadi akan meningkatkan biaya operasional yang tinggi, sehingga membebankan kenaikan biaya produksi tersebut kepada pekerja, seperti menunda pembayaran gaji, memotong gaji atau mengurangi jumlah pekerja atau buruh.  pengurangan jumlah buruh akan mengakinbatkan bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia.

Bukan hanya itu Kami khawatir, dari kenaikan harga BBM ini, maka beban ekonomi masyarakat Indonesia makin besar yang akan menyebabkan bertambahnya jumlah anak indonesia putus sekolah serta balita mengalami gizi buruk di kalangan masyarakat kecil. Sedangkan BLSM tidak cukup untuk menutupi efek kenaikan BBM Bilamana hal ini terjadi, maka pengurangan biaya kesejahteraan seperti, pelayanan kesehatan dan fasilitas infrastruktur. Hal akan menjadikan masyarakat kelas bawah yang mengharapkan bantuan menjadi semakin terpuruk. Kompensasi dampak kenaikan BBM seperti bantuan langsung tunai (BLT) pun tidak akan bisa memberi dampak yang nyata bagi masyarakat. Selain karena tidak tepat sasaran juga banyak potongan di dalamnya.

Bilamana kondisi semacam ini berlangsung terus, bisa menimbulkan berbagai keresahan yang berujung pada gejolak sosial dan politik di masyarakat. Seperti kita baca di berbagai media, saat ini masyarakat kita dalam kondisi temperamen. Sehingga bila ada masalah sedikit saja yang melibatkan aparat dan masyarakat bisa berakibat kerusuhan massa.

Di sisi lain, juga akan menjadikan suatu alasan kuat bagi para “lawan politik” partai yang berkuasa untuk mendiskreditkan pemerintah, dengan salah satu alasan “tidak melindungi” kepentingan masyarakat bawah dan kurang bijak dalam kondisi sulit untuk menaikkan harga BBM. Hal ini juga ditunjang dengan masalah carut marut dalam pemerintahan, termasuk penanganan korupsi yang tidak jelas ujung pangkalnya dan kapan berakhirnya.

Berbagai alasan tersebut di atas bisa menjadi salah satu senjata dalam mendiskreditkan pemerintah dan partai yang berkuasa saat ini. Dalam periode selanjutnya bisa menjadi sarana untuk melakukan empeachment terhadap presiden.

Rakyat di negeri ini sepertinya memang tidak akan pernah lagi bisa bernafas lega. Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi mungkin tidak bisa ditawar lagi. Satu April nanti pemerintah sudah akan ketok palu untuk menaikan harga BBM. Dan kita juga hanya bisa berharap dan berdoa bagi keselamatan kita masing-masing.

Ada Pasal Baru, Pemerintah Tidak akan Gegabah Naikkan Harga BBM 
Pemerintah menyatakan akan lebih berhati-hati dalam menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi setelah adanya pasal baru dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2012.
Menteri Koordinator Perekonimian Hatta Rajasa mengatakan, BBM premium belum tentu naik tahun ini atau bahkan bulan depan. Semua harus sesuai perhitungan dalam pasal Pasal 7 Ayat 6a.
"Belum tentu bulan depan naik, belum tentu. Pemerintah tidak gegabah dalam hal ini. Tergantung harga minyak dunia dan apakah akan mempengaruhi perekonomian kita," katanya dalam acara Rakornas Badan Organisasi Otonom dan Hubungan Antar Lembaga PAN di Jakarta, Sabtu (31/3/2012).
Hatta menyatakan bersyukur dengan keputusan DPR dan Pemerintah semalam. Meski BBM batal naik, namun keputusan itu bukan berarti tidak bermakna.
"Sekarang dengan keputusan itu orang akan mengira kita akan naikkan, pemerintah tidak gegabah. Kita akan hati-hati apabila harga minyak itu sudah mengancam. Sebagai Menko saya tahu anatominya, saya tahu jeroannya," kata Hatta.
Seperti diberitakan sebelumnya, hasil voting sidang paripurna DPR memutuskan menerima tambahan pasal 7 Ayat 6A. Klausul tambahan dalam APBNP 2012 memberian peluang pemerintah menaikkan dan menurunkan harga BBM bila harga minyak mentah Indonesia mengalami kenaikan atau turun rata-rata 15 persen dalam waktu 6 bulan terakhir.

Namun, rencana awal pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 1.500 per liter per 1 April 2012 tetap ditolak. Sebab harga rata-rata 6 bulan terakhir belum 15 persen di atas asumsi ICP baru sebesar US$ 105/barel.
Dengan keputusan itu, maka harga BBM belum akan naik pada 1 April besok. Terhadap keputusan itu, Menkeu Agus Martowardojo atas nama pemerintah dalam sambutan akhir seusai sidang Paripurna DPR, menyatakan dapat menerima keputusan sidang tersebut.

"Setelah ikuti dan cermati dinamika dalam rapat paripurna DPR ini, dan telah diputuskan pengambilan rumusan baru Pasal 7 Ayat 6a. Pemerintah menyatakan sependapat dengan hasil itu," katanya.
Pemerintah juga sependapat dengan asumsi baru APBN-P. Yaitu pertumbuhan ekonomi 6,5 persen, inflasi 6,8 persen, harga ICP US$ 105/barel, nilai tukar rupiah Rp 9.000/dolar AS, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 5 persen, dan lifting minyak 930 barel per hari.

(ang/ang)

Sumber:
Zulfi Suhendra - detikFinance
Nama : Khaerunnisa
Kelas: 2EB04
Npm : 23210879

Tidak ada komentar:

Posting Komentar